Kamis, 13 November 2008

LAPORAN PENELITIAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keadaan dunia sekarang ini sedang mengalami perubahan, perubahan dalam segala aspek kehidupan meliputi aspek sosial, ekonomi, dan politik serta yang tidak mau ketinggalan adalah perubahan lingkungan. Salah satu perubahan lingkungan yang sangat terasa adalah suhu udara yang kian meningkat di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia khususnya di Surabaya. Bahkan beberapa tahun belakangan ini masyarakat sering dihebohkan dengan berita pemanasan global yang disebut global warming.

Istilah global warming dan efek rumah kaca tak lagi asing di telinga setiap orang, karena global warming telah merambah pada perubahan iklim bumi. Biasanya istilah Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim digunakan untuk menggambarkan masalah yang sama. Namun, sesungguhnya istilah-istilah tersebut lebih menunjukkan hubungan sebab akibat.

1

Efek rumah kaca adalah penyebab, sementara pemanasan global dan perubahan iklim adalah akibat. Efek rumah kaca menyebabkan terjadinya akumulasi panas di atmosfer, yang kemudian akan mempengaruhi sistem global. Hal ini bisa menyebabkan naiknya temperatur rata-rata bumi yang kemudian dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan iklim, meningkatnya permukaan air laut, menyebabkan terjadinya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih, meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah dan diare, kabekaran hutan, serta hilangnya jutaan spesies flora dan fauna karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu di bumi. Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya pergeseran musim, dimana musim kemarau akan berkangsung lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan penggurunan.

Banyak tindakan yang bisa dilakukan oleh setiap individu untuk mencegah terjadinya perubahan iklim. Diantaranya berjalan kaki atau bersepeda pancal jika jarak tempuh dekat, membeli produk-produk ramah lingkungan, memanfaatkan lahan kosong untuk pepohonan, membeli produk dengan sedikit kemasan, menggunakan transportasi umum dari pada kendaraan pribadi, membawa botol minuman sendiri saat pergi sekolah atau bermain, menggunakan lampu TL / neon dari pada lampu pijar karena lebih hemat energi dan rajin menservis kendaraan bermotor untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah belum mampu menyadarkan masyarakat untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga mendorong munculnya kelompok interes yang pada akhirnya akan mampu melakukan pengorganisasian (penggalangan) kelompok warga yang merasa tidak diberi keadilan. Dengan alasan yang cukup kuat dan rasional dalam tataran pandang warga maka terbentuknya suatu organisasi yang matang untuk melawan dapat dengan mudah dilaksanakan. Terdapat berbagai macam gerakan yang mempunyai perhatian pada kelestarian lingkungan hidup. Sebagai contoh gerakan lingkungan hidup dalam skala internasional dapat dilihat dari gerakan Greenpeace, World Wildlife Fund (WWF), dalam konteks Gereja dapat dilihat pada Gerakan Tani Lestari, Gerakan Merapi Cinta Air dll. Salah satu faktor yang mendasari gerakan lingkungan hidup pada umumnya adalah faktor sosial.

Yang dimaksud gerakan sosial itu sendiri merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan suatu perubahan. Perubahan sosial ini menimbulkan dampak yang besar bagi masyarakat. Menurut Wilbert Moore perubahan sosial merupakan perubahan penting dari struktur sosial yaitu meliputi perubahan perilaku dan interaksi sosial. Perubahan sosial dipandang sebagai sebuah konsep yang menunjuk kepada perubahan fenomena sosial diberbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia[1]. Begitu pula dengan gerakan yang berbasis lingkungan hidup ini juga menimbulkan perubahan sosial. contohnya seperti yang telah dijelaskan tentang upaya untuk mencegah pemanasan global menyebabkan adanya perubahan sosial dalam masyarakat yang salah satunya masyarakat menjadi hidup lebih baik dan cenderung kembali ke alam atau yang sering disebut back to nature.

Dalam hal ini, LSM lingkungan hidup yang ada di Surabaya adalah LSM Tunas Hijau. Klub Tunas Hijau ialah organisasi lingkungan hidup non-profit, kids & young people do actions for a better earth yang bermarkas di Surabaya. KTH berawal dari pengiriman 5 orang Pramuka dari Jawa Timur ke Australia Maret 1999. Sejak itu, KTH terus konsisten dalam melakukan upaya-upaya sederhana dan nyata untuk membantu lingkungan hidup menjadi lebih baik. Klub Tunas Hijau adalah organisasi lingkungan hidup yang dinamis, yang terus bergerak, berinovasi dan berkembang melalui program-program nyata untuk menciptakan bumi yang lebih baik. Paling sedikit dua kali dalam sebulan program lingkungan hidup dilaksanakan. dari sini banyak pergerakan yang dilakukan.

Sejak 2000, Klub Tunas Hijau memiliki program lingkungan hidup bersama dengan Millennium Kids Australia, Cross Cultural Environmental Education Exchange Australia Indonesia. Pada program ini, setiap tahun KTH melakukan kunjungan ke Australia Barat, demikian juga sebaliknya dengan Millennium Kids Australia. Program ini bukanlah sekedar kunjungan, tetapi memiliki muatan khusus untuk mencari inovasi baru dalam membuat program lingkungan.

Program pendampingan lingkungan hidup juga dilakukan KTH di sekolah-sekolah. Melalui program ini, KTH mengajak sekolah untuk memiliki kebijakan yang berwawasan lingkungan hidup didukung dengan kurikulum pendidikan yang berwawasan lingkungan hidup pula. Sekolah juga diajak aktif menciptakan lingkungan belajar mengajar yang berwawasan lingkungan hidup, diantaranya dengan pembatasan jenis sampah yang dihasilkan dan mengolah sampah yang dihasilkan. Sekolah juga diajak memiliki program lingkungan bersama masyarakat sekitar.

Selain kegiatan tersebut masih banyak kegiatan lain yang dilakukan oleh LSM Tunas Hijau untuk menjaga ekologi di daerah Surabaya. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk meneliti gerakan sosial yang dilakukan oleh LSM Tunas Hijau dengan judul ” LSM Tunas Hijau: Penggerak Perubahan Sosial Melawan Global Warming”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gerakan sosial yang dilakukan oleh LSM Tunas Hijau untuk melawan global warming?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gerakan sosial yang dilakukan oleh LSM Tunas Hijau untuk melawan global warming.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah agar dapat mengaplikasikan teori-teori gerakan sosial , serta dapat memberikan pemahaman lebih lanjut tentang gerakan-gerakan sosial khususnya gerakan ekologi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Gerakan sosial

Menurut Charles Tilly, gerakan sosial sering disebut sebagai proses politik, tindakan rasional, model mobilisasi sumber tentang tindakan kolektif, serta gerakan sosial itu sendiri. Sementara itu, Maxine Molyneux dalam karyanya Analysing Women’s Movements menyebutkan bahwa gerakan sosial itu dilakukan untuk meraih tujuan bersama.[2] Gerakan sosial cenderung memerlukan dukungan jaringan. Menurut Keun, mobilisasi terhadap partisipan itu dapat dilakukan melalui mobilisasi personal maupun mobilisasi kognitif. Gerakan sosial juga menimbulkan beberapa konskuensi. Harper menyebutkan tentang adanya tiga macam konskuensi gerakan sehingga mangarah pada terjadinya suatu perubahan, yakni: 1) terjadinya dramatisasi isu sosial dan terciptanya masalah-masalah sosial; 2) dilakukannya perubahan-perubahan tertentu dalam kebijakan sosial; 3) ekspansi akses structural pada sumber-sumber tertentu seperti pendidikan, ketenaga kerjaan dan pemeliharaan kesehatan.

2. Teori Hegemoni

6

Gagasan tentang hegemoni pertama kali dikenalkan pada 1885 oleh para marxis Rusia, terutama oleh Plekhanov pada tahun 1883-1984. gagasan tersebut telah dikembangkan sebagai bagian dari strategi untuk menggulingkan Tsarisme. Istilah tersebut menunjukkan kepemimpinan hegemoni yang harus dibentuk oleh kaum proletar, dan wakil-wakil politiknya dalam suatu aliansi dengan kelompok-kelompok lain, termasuk beberapa kritikus borjuis, petani, dan intelektual yang berusaha mengakhiri negara polisi Tsaris.[3]

Gramsci memandang negara merupakan instrumen terpenting bagi ekspansi kekkuatan kelas yang dominan dan sebuah kekuatan koersif yang membuat kelompok tersubordinat tetap lemah dan tidak terorganisasi sehingga kelas penguasa tetap dapat mempertahankan kekuasaannya. Untuk tujuan itu negara sering menempuh dua cara yaitu dominasi atau penindasan dan kepemimpinan intelektual serta moral. Tipe kepemimpinan yang kedua inilah disebut dengan hegemoni. Kepemimpinan moral dan filosifis demikian Bacock menyebutnya merupakan kepemimpinan yang dicapai melalui persetujuan aktif dari kelompok-kelompok utama dalam masyarakat, yaitu persetujuan yang didasarkan pada adanya pandangan bahwa posisi dominan dianggap sah.[4]

Konsep hegemoni memang menekankan pada ideologi, bentuk ekspresi, cara penerapan, mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korbannya sehingga upaya itu berhasil membentuk alam pikiran mereka. Pengaruh tersebut dimungkinkan karena manifestasi ideologi hegemonik berlangsung melalui pengaruh budaya yang di disebarkan secara sadar dan dapat meresap serta berperan dalam menafsirkan pengalaman tentang kenyataan. Proses penafsiran tersebut memang berlangsung secara samar, tetapi terjadi secara terus-menerus artinya secara sistematis ideologi hegemonik mencekcoki orang banyak dengan pikiran-pikiran tertentu, doktrin tertentu, bias-bias tertentu, sistem-sistem prefensi tertentu bahkan tuhan-tuhan tertentu.

Oleh sebab itu konsep sentral Gramsci adalah hegemoni, yang didefinisikan sebagai curtural laedership yang diterapkan melalui pengaturan kelas. Ia menunjukkan adanya kekerasan yang dilaksanakan dalam kekuasaan eksekutif dan legeslatif atau diekspresikan melalui intervensi kebijakan. Dalam pandangannya suatu kelasa akan menjalankan suatu kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. Hegemoni dilakukan dengan menggunakan hubungan persetujuan serta kepemimpinan sebagai bentuk pengendalian melalui proses konsensus kesadaran.[5] Dalam makna yang sederhana Hegemoni adalah suatu bentuk penguasaan oleh sebuah kekuatan pada kekuatan lain atau penguasaan sebuah kelompok pada kelompok yang lainnya, tentunya dalam pola hubungan seperti ini, perebutan dan pelanggenagn kekuasaan akan selalu diperhatikan. Hegemoni tidak pernah dapat diperoleh begitu saja tetapi harus diperjuangkan terus-menerus. Karena itu, hegemoni menuntut kegigihan untuk mempertahankan dan memperkuat otoritas sosial dari kelas yang berkuasa dalam kelompok lainnya.

3. Teori Interaksionisme Simbolik

Blumer[6] melalui teorinya tentang interaksionisme simbolik mengemukakan tiga premis, yaitu: (a) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. (b) makna berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.(c) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.

Seseorang tidak langsung memberikan respon pada tindakan orang lain, namun disadari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Dengan demikian manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol dengan penafsiran oleh kepastian makan dari tindakan-tindakan orang lain. Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer[7] mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut: (1) masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal dengan organisasi dan struktur sosial. (2) interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nonsimbolis mencakup stimulus respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk menyampaiakan penolakan. Bahasa tentu saja merupakan symbol yang paling berarti. (3) obyek-obyek tidak mempunyai makna yang intrinsic, makna lebih merupakan produk interaksi simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori luas: obyek fisik, obyek sosial. Blummer, membatasi objek sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dunia objek diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan lewat interaksi simbolis. (4) manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Jadi seorang pemuda bias melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami, dan seorang ayah. Pandangan terhadap dirinya sendiri ini sebagaimana dengan semua orang lahir disaat proses interaksi simbolis. (5) tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Pada dasarnya tindakan manusia terdiri terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu. (6) Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan bagi manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiologi sebagai kebudayaan dan aturan sosial.

4. Teori Jaringan

Menurut pandangan pakar teori jaringan, pendekatan normatif memusatkan pada perhatian terhadap kultur dan proses sosialisasi yang menanamkan (internalization) norma dan nilai ke dalam diri aktor. Menurut pendekatan normatif, yang mempersatukan orang secara bersama adalah sekumpulan gagasan bersama. Pakar teori jaringan menolak pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang harus memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang menghubungkan anggota masyarakat.

Wilman mengungkapkan pandangan ini: analisis jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan individu atau kolektivitas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Karena itu pakar analisis jaringan mencoba menghindarkan penjelasan normatif dari perilaku sosial. Mereka menolak setiap penjelasan nonstruktural yang memperlakukan proses sosial sama dengan penjumlahan ciri pribadi aktor individual dan norma yang tertanam.

Setelah menjelaskan apa yang bukan menjadi sasaran perhatiannya, teori jaringan lalu menjelaskan sasaran perhatian utamanya, yakni pola objektif ikatan yang menghubungkan anggota masyarakat (individual dan kolektivitas) Welman mengungkapkan sasaran perhatian utama teori jaringan sebagai berikut: Analis jaringan memulai dengan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari struktur sosial...cara paling langsung, mempelajari struktur sosial adalah menganalisis pola ikatan yang menghubungkan anggotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering muncul ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks. Aktor perilakuanya dipandang sebagai dipaksa oleh struktur sosial ini. Jadi, sasaran perhatian analisis jaringan bukan pada aktor sukarela, tetapi pada paksaan struktural. Satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro hingga makro. Artinya bagi teori jaringan, aktor mungkin saja individu, tetapi mungkin pula kelompok, perusahaan dan masyarakat.[8]

BAB III

METODE PENELITIAN

  1. Sifat Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[9]

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi, di mana perspektif fenomenologi berpandangan bahwa apa yang nampak di permukaan merupakan suatu gejala atau fenomena dari apa yang tersembunyi dalam diri individu sebagai pelaku. Perilaku apapun yang tampak di permukaan baru bisa dipahami atau dijelaskan jika bisa mengungkap apa yang tersembunyi dalam dunia kesadaran atau pengetahuan individu sebagai pelaku. Karena itu fenomenologi merupakan perspektif yang tepat utuk membantu peneliti sebagai acuan pendekatan.


B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan mengambil LSM Tunas Hijau yang berlokasi di Jl. Semolowaru, Surabaya dan akan dilaksanakan pada tanggal 25 oktober sampai tanggal 25 November 2008.

  1. Subyek Penelitian

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan teknik snowball sampling yaitu pemilihan subjek penelitian pertama kali yang ditemui berdasarkan pertimbangan bahwa subyek penelitian adalah orang yang dianggap mengetahui deskripsi mengenai daerah penelitian yang kemudian dijadikan sebagai key informant. Sedangkan pemilihan subyek penelitian selanjutnya berdasarkan subjek sebelumnya. Pemilihan subyek penelitian ini mengutamakan pada anggota LSM Tunas Hijau serta masyarakat sekitar yang mengetahui dan memahami tentang gerakan sosial yang dilakukan oleh LSM Tunas Hijau tersebut.

  1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini secara garis besar akan dilakukan dengan dua cara, yaitu penggalian data primer dan data sekunder. Penggalian data primer juga dilakukan dengan dua cara. Pertama, peneliti melakukan participant observert (partisipasi observasi). Disini peneliti mengamati langsung dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang diteliti. Di sini memungkinkan peneliti dapat berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan subyek penelitian sehingga memungkinkan bertanya secara lebih rinci dan detail terhadap permasalahan yang akan diteliti. Materi observasi dipusatkan kepada aktivitas, perilaku, dan perkataan subyek penelitian serta lingkungan sosial yang mempengaruhinya.

Kedua, indepth interview atau wawancara secara mendalam. Wawancara mendalam merupakan serangkaian percakapan persahabatan yang kedalamannya diteliti secara perlahan memasukkan beberapa unsur baru untuk membantu informan memberi jawaban. Hubungan pewawancara dengan yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja.[10] Adapun angkah-langkah dalam melakukan indepth interview antara lain dengan getting in. Getting in yang dilakukan adalah beradaptasi agar bisa diterima dengan baik oleh subjek penelitian. Peneliti menciptakan situasi kekeluargaan misalkan memperkenalkan diri dan beramah tamah untuk menarik perhatian subjek penelitian sehingga peneliti dapat membangun trust atau kepercayaan agar tidak ada jarak diantara peneliti dengan subjek penelitian. Setelah trust (kepercayaan) terbentuk, peneliti akan menjaga perilaku dan penampilan yang sama seperti subjek penelitian. Apabila kedua teknik tersebut berjalan dengan baik, maka akan tercipta rapport dari subjek penelitian, sehingga informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dengan mudah diperoleh.

Pada waktu interview, peneliti akan menggali semua informasi melalui pertanyaan-pertanyaan yang mendalam tetapi masih berada pada fokus yang diteliti, yaitu peneliti terlebih dahulu membuat instrument penelitian yang berupa catatan tentang perihal yang akan diteliti dan yang akan ditanyakan. Setelah diperoleh informasi peneliti akan menyusun kembali dalam bentuk field note. Field note merupakan catatan untuk merekap informasi yang didapat dari lapangan agar tidak lupa. Sedangkan penggalian data sekunder akan diperoleh melalui foto-foto, media elektronik misalnya internet, serta dari monografi atau profil desa.

  1. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif analisis data dilakukan secara konsep logika yang bertitik tolak dari khusus ke umum (induktif abstraktif). Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian yang dialami subjek dan relevan dengan permasalahan yang diteliti. Selain itu, juga dikembangkan teoritisasi dengan hubungan antar kategori. Antara pengumpulan data dan analisis tidak bisa dilepaska atau dipisahkan satu sama lain. Keduanya berlangsungan secara simultan, prosesnya terbentuk siklus seperti yang dilukiskan Huberman dan Miles.[11]

Pada penelitian ini, tahap analisis data dimulai dari menelaah data hasil wawancara dan hasil pengamatan yang sudah dituliskan dalam fieldnotes yang terkumpul. Dalam proses pengolahan informasi ini peneliti membuat proceeding lengkap secara tertulis dari semua informasi yang diperoleh dari in-depth interview dan selanjutnya peneliti akan memberikan catatan pinggir (berupa refleksi). Catatan ini mencerminkan pribadi atau situasi dalam penelitian, spekulasi, masalah, ide dan apapun yang akan menambah kerangka konseptual dalam menginterpretasikan catatan lapangan yang deskriptif.

Setelah dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mereduksi data untuk diklasifikasikan. Dari hasil reduksi dan klasifikasi data maka menghasilkan kategorisasi. Permasalahan dianalisis untuk membuat kategorisasi. Setelah dianalisis kemudian dipaparkan untuk memperoleh kesimpulan.


BAB IV

TEMUAN DATA

A. Profil dan Sejarah Klub Tunas Hijau

Klub Tunas Hijau ialah organisasi lingkungan hidup non-profit, kids & young people do actions for a better earth yang bermarkas di Surabaya. Klub Tunas Hijau berawal dari pengiriman 5 orang Pramuka dari Jawa Timur ke Australia Maret 1999. Sejak itu, Klub Tunas Hijau terus konsisten dalam melakukan upaya-upaya sederhana dan nyata untuk membantu lingkungan hidup menjadi lebih baik.

Terbukti dengan kekonsistenan tersebut melalui masyarakat, Klub Tunas Hijau menerima Surabaya Academy Award 2004 dalam bidang lingkungan hidup. Pada SAA 2004 ini Klub Tunas Hijau ialah organisasi lingkungan hidup pertama yang mendapatkannya. Klub Tunas Hijau juga mendapatkan Delta FM Surabaya Award 2005 untuk kategori lingkungan hidup dari Radio Delta FM Surabaya.

Klub Tunas Hijau pernah menerima beberapa penghargaan lingkungan hidup lain di tingkat local dan internasional. Di tingkat lokal, pada Mei 2003 Klub Tunas Hijau mendapatkan penghargaan dari Wali Kota Surabaya atas kepeloporannya dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup di Kota Surabaya. Pada Oktober 2002, Klub Tunas Hijau mendapatkan Miranda Environmental Award dari Millennium Kids Australia, yang diserahkan di Perth, Australia Barat.

Eksistensi awal Klub Tunas Hijau pada tahun 1999 dimulai dengan kegiatan lingkungan hidup yang berbasis komunitas. Saat itu diselenggarakan Bersih-Bersih Kenjeran tepatnya 23 September 1999 sebagai bagian dari Clean Up the World Internasional. Program lingkungan hidup serupa juga dilaksanakan secara serentak di 37 kota/kabupaten di seluruh Jawa Timur. Di Surabaya, Bersih-Bersih Pantai Kenjeran diikuti oleh 6.830 orang.

Klub Tunas Hijau adalah organisasi lingkungan hidup yang dinamis, yang terus bergerak, berinovasi dan berkembang melalui program-program nyata untuk menciptakan bumi yang lebih baik. Paling sedikit dua kali dalam sebulan program lingkungan hidup dilaksanakan.

Sejak 2000, Klub Tunas Hijau memiliki program lingkungan hidup bersama dengan Millennium Kids Australia, Cross Cultural Environmental Education Exchange Australia Indonesia. Pada program ini, setiap tahun Klub Tunas Hijau melakukan kunjungan ke Australia Barat, demikian juga sebaliknya dengan Millennium Kids Australia. Program ini bukanlah sekedar kunjungan, tetapi memiliki muatan khusus untuk mencari inovasi baru dalam membuat program lingkungan.

Anak-Anak Klub Tunas Hijau berhasil mendapat kepercayaan untuk mengikuti International Children’s Conference on the Environment 2004 di Amerika Serikat. Delegasi anak-anak Klub Tunas Hijau adalah satu-satunya delegasi anak-anak dari Indonesia, serta delegasi anak-anak pertama sejak dilaksanakannya ICCE empat kali sebelumnya. Mengingat, persyaratan utama untuk mengikuti conference ini ialah memiliki project lingkungan hidup.

Klub Tunas Hijau memiliki kawasan binaan di Surabaya, yaitu 10 (sepuluh) hutan kota. Dirintis sejak 2002 oleh Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup 2002. Dengan segala sumber daya pendukung yang serba terbatas, Klub Tunas Hijau terus berupaya seoptimal mungkin untuk menjaga eksistensinya.

Sejak 2002, Klub Tunas Hijau menggelar agenda tahunan yaitu Penganugerahan Pangeran & Putri Lingkungan Hidup untuk anak-anak usia 10 – 14 tahun, yang selalu menghadirkan grand prizes yang bukan sekedar grand prizes, yaitu mengikuti program lingkungan hidup di luar negeri. Namun, pada program ini diminta untuk memiliki proyek lingkungan hidup yang tidak sehari selesai. Sejak tahun 2005, program penganugerahan Pangeran & Putri Lingkungan Hidup bahkan sudah diadopsi di beberapa daerah lain, diantaranya Papua dan Sumbawa.

Program III Penganugerahan Pangeran & Putri Lingkungan Hidup saat ini sedang dilaksanakan, dengan Grand Prizes untuk Pangeran & Putri Lingkungan Hidup, yaitu Mengikuti Children’s World Summit on the Environment 2005 di Toyohashi – Jepang. Grand Prizes untuk Runner Up yaitu, mengikuti program Cross Cultural Environmental Education Exchange Australia Indonesia di Australia Barat.

Sejak 2003, KTH selalu mendapat kesempatan khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk memamerkan program-program lingkungan hidup pada Pekan Lingkungan Hidup Nasional di Jakarta. Kementerian selalu memberikan stan khusus secara gratis pada program ini. Pada Pekan Lingkungan Hidup Nasional di Jakarta tahun 2005 KTH mampu berprestasi sebagai juara III pada kategori pemerhati lingkungan hidup.

Tahun 2006 pada kegiatan yang sama, KTH meraih juara III untuk kategori umum, yang membanggakan KTH adalah satu-satunya organisasi lingkungan hidup non profit diantara juara lain yang sebagian besar kalangan industri dan pemerintahan.

Menteri Lingkungan Hidup selalu memberikan kesempatan khusus kepada KTH untuk berdiskusi seputar program lingkungan hidup untuk masyarakat khususnya anak-anak dan generasi muda. Beliau setiap tahun selalu mengundang KTH ke kantornya untuk itu. Bahkan, ketika Menteri Lingkungan Hidup melakukan kunjungan ke Jawa Timur, beliau selalu memberikan kesempatan kepada kami untuk bertemu dan berdialog.

Pada Nopember 2007, Klub Tunas Hijau mengadakan Children Conference on Climate Change (CCCC) 2007 yang diikuti oleh anak-anak dari 8 negara, yaitu Rusia, Haiti, Kamerun, Srilanka, Australia, Korea, Malaysia dan Indonesia. Dari Indonesia, peserta CCCC berasal dari beberapa propinsi di Indonesia.

Pada Nopember 2007, Klub Tunas Hijau mendapat penghargaan berupa penayangan profil Klub Tunas Hijau pada Profil of the Week Liputan 6 SCTV. Juga pada Januari 2008, penghargaan didapat KTH dengan menjadi tamu tayangan Kick Andy Metro TV dengan tema Go Green.

Sudah ketiga kali, Presiden Republik Indonesia memberikan kesempatan anak-anak KTH untuk berdialog dengan beliau di Jakarta. Pertama pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2003 di Monumen Nasional Jakarta, Kedua pada Hari Cinta Puspa Satwa Nasional 5 Nopember 2003 di Istana Negara Jakarta, dan ketiga pada Hari Cinta Puspa Satwa Nasional 5 Nopember 2004 di Istana Negara Jakarta.

B. Tokoh-Tokoh

Klub Tunas Hijau berawal dari pengiriman 3 orang Pramuka dari Jawa Timur ke Australia Maret 1999. Sejak itu, Klub Tunas Hijau terus konsisten dalam melakukan upaya-upaya sederhana dan nyata untuk membantu lingkungan hidup menjadi lebih baik. Tiga orang tersebut adalah Zamroni, Puguh beserta satu orang temannya. Zamroni dan Puguh adalah mahasiswa UNAIR jurusan matematika yang peduli dengan lingkungan. Ketika mereka bertiga di Australia berawal dari melihat sampah yang di Australia tidak pernah berceceran karena masyarakat membudayakan ketika selesai makan bungkus makanan tersebut tidak langsung dibuang tetapi dimasukkan ke saku masing-masing. Hal itulah yang membuat mereka bertiga bergerak untuk ikut menjaga kebersihan dan menerapkannya di Indonesia.

Saat ini tokoh-tokoh yang masih eksis di Tunas Hijau selain mereka bertiga ada juga Sugeng, Sukri, Andi (Black) dan masih banyak lainnya. Merekalah yang sampai saat ini memperjuangkan pergerakan hijau.

C. Model Gerakan

Model gerakan Klub Tunas Hijau berupa penyuluhan dan praktik mengenai kelestarian ekologi yang dilakukan di daerah sekitar Jawa Timur khususnya di Surabaya yang biasanya bertempat di sekolah-sekolah dan di alam bebas. Gerakan Klub Tunas Hijau dimulai dengan memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah yang masih rendah, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, serta di Perguruan Tinggi. Tetapi tidak sebatas di sekolah-sekolah saja, gerakan Klub Tunas Hijau juga dilakukan terbuka untuk umum.

Model-model gerakan Klub Tunas Hijau yang sudah dilakukan hingga saat ini antara lain dengan memobilisasi massa dalam jumlah ribuan untuk mengikuti program lingkungan hidup tanpa iming-iming peserta akan mendapatkan sesuatu. Klub Tunas Hijau rutin melakukan pelatihan lingkungan hidup 3 hari di Trawas bagi pelajar SMA di Surabaya dan sekitarnya. Young Eco People (YEP) Training. Program ini tidak sekedar pelatihan biasa tanpa kelanjutan. Tapi, para remaja yang mengikuti program ini diajak untuk lebih tertantang berkontribusi nyata untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik.

Young eco people (YEP) Tunas hijau juga menyelenggarakan program pendampingan masyarakat (ECO KAMPONG), yaitu satu kegiatan selama 10 bulan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik dalam berbagai aspek di wilayah pemukiman pesisir surabaya. Program ini adalah Pilot Project untuk mengembangkan kegiatan serupa sebanyak mungkin di kota Surabaya dalam jangka panjang. Melalui program ECO KAMPONG diharapkan tercipta pemukiman yang ramah lingkungan yang dapat diterapkan didaerah manapun.

Klub Tunas Hijau selalu melibatkan lembaga swasta dalam melaksanakan program-programnya. Dengan prinsip hubungan simbiosis mutualisme kerjasama terus dikembangkan. Klub Tunas Hijau rutin melakukan kegiatan ke sekolah-sekolah dan daerah-daerah lain di luar Kota Surabaya. Klub Tunas Hijau juga aktif dalam kampanye ramah lingkungan yang diselenggarakan pada waktu kegiatan besar kepramukaan, misalnya jambore cabang surabaya dan jambore daerah jawa timur Dengan metode ‘learning by doing’ serta ‘by kids for kids’ program yang disampaikan kepada anak-anak terasa lebih tersampaikan.

Metode-metode yang dikembangkan dalam kampanye lingkungan hidup pun semakin lama semakin berkembang seiring trend masyarakat. Yang membanggakan, inovasi tersebut munculnya dari generasi-generasi ‘kesekian’ Klub Tunas Hijau.
Diantara gerakan yang dilakukan oleh Klub Tunas Hijau di sekolah-sekolah yaitu mengupayakan semua yang ada di kantin bisa didaur ulang. Jika memang bisa dipakai ulang, maka dicuci dan digunakan lagi. Kebiasaan baru di sekolah itu, dilakukan untuk mengurangi sampah plastik yang menumpuk di lingkungan sekolah. Bahkan, volume sampah plastik tersebut bisa jauh lebih besar daripada sampah organik yang dihasilkan kantin.

Contohnya adalah di SD Santa Theresia 1 Lucia Anna Kamsani yang menetapkan aturan baru bahwa semua jajanan dan makanan yang dijual di kantin sekolah harus di bungkus daun. Boleh daun pisang atau daun jati. Itu semua ditujukan untuk mengurangi volume sampah plastik yang sulit dimusnahkan dan diganti sampah organik yang mudah terurai. semua jajanan di kantin sekolah tersebut berselimut dedaunan. Tidak hanya jajanan tradisional seperti lemper, nogosari, lepet, getuk lindri dan nasi goreng, jajanan masa kini seperti pangsit, donat, dan pizza yang biasanya disajikan dengan wadah ’moderen’ pun harus dibungkus daun pisang.

Minuman kemasan yang ditempatkan dalam wadah sekali minum sejak Januari 2007 lalu dilarang dijualbelikan di kantin SD Santa Theresia 1 Surabaya. Begitu pula, minuman yang dibungkus kantong plastik tidak boleh lagi disajikan untuk anak–anak. Minuman yang boleh dijual adalah berkemasan gelas plastik yang bisa dicuci dan dipakai ulang. Awalnya murid-murid merasa kebingungan dengan perubahan tersebut namun pada akhirnya para murid menyadari bahwa upaya yang dilakukan sekolah untuk mengurangi volume sampah yang tidak bisa didaur ulang tersebut sangat penting. Buktinya, sebulan setelah aturan itu diberlakukan, anak-anak sudah sudah terbiasa. Bahkan, mereka kemudian sangat mendukung program tersebut. Perubahan drastis itu merupakan salah satu bentuk keberhasilan Klub Tunas Hijau dalam mensosialisasikan upaya-upaya melestarikan lingkungan hidup.

Salah satu dukungan para murid ditunjukkan olah pengelolaan sampah mandiri. Semua sampah yang mereka hasilkan dipisah menurut jenisnya. Daun, sisa makan, kertas dan bahan lain yang bisa terurai dikumpulkan dalam keranjang bertanda ’sampah organik’. Sampah itu selanjutnya dikomposkan di ’keranjang takakura’. Sampah plastik, kaleng, karet dan logam mereka buang di keranjang ’sampah nonorganik’. Ketiga keranjang itu memang disiapkan di tiap kelas.

Selain pengelolaan sampah secara mandiri, murid SD Santa Theresia juga bertugas memantau perkembangan tanaman TOGA dan tanaman buah sekolah. Mereka wajib menyiram serta memupuknya. Mereka juga ditugasi menyapu serta membersihkan kelas dan halaman depan kelas. Selain kebersihan lingkungan sekolah terjaga, tugas seperti itu sekaligus memupuk rasa cinta siswa terhadap lingkungan.

Pada 11 Mei 2008 Aktivis Tunas Hijau kembali melakukan penanaman mangrove di Muara Sungai Wonorejo Surabaya, 11 Mei 2008. 8000 mangrove ditanam pada program ini. Namun, pada penanaman mangrove yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya ini, Tunas Hijau bukan sebagai penyelenggara melainkan sebagai peserta penanaman. Meski hanya sebagai peserta penanaman, peran aktivis Tunas Hijau sangat dominan pada penanaman mangrove ini. Dari lebih 100 orang yang mengikuti penanaman mangrove, pada tahap awal, hanya 12 aktivis Tunas Hijau yang melakukan penanaman sebenarnya. Mereka bahkan dengan suka ria berkubang di lumpur menanam satu per satu mangrove yang disiapkan.

Klub Tunas Hijau 4 Mei 2008 juga mensosialisasikan berbagi cara mendaur ulang kertas bekas kepada ibu-ibu kampung Kembang Kuning III Surabaya. Cara daur ulang yang ditularkan Tunas Hijau adalah dengan cara tradisional. Cara ini menggunakan alat cetak daur ulang yang biasa digunakan untuk sablon dan bak besar untuk menampung kertas bekas yang sudah menjadi bubur kertas.

Kegiatan-kegiatan Klub Tunas Hijau sering dilakukan pada hari-hari besar yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Misalnya dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Hari Jadi Kota Surabaya yang ke 715, Tunas Hijau - kids & young people do actions for a better earth, bersama Pemerintah Kota Surabaya dan Bapedal Propinsi Jawa Timur mengadakan Lomba Mural (Melukis Dinding) bertema Pemanasan Global. Lomba Mural ini diselenggarakan pada Minggu, 25 Mei 2008 di Lahan Pembuangan Akhir Sampah (LPA) Benowo, Surabaya.

Pangeran dan Putri Lingkungan Hidup 2005 beserta beberapa anggota paguyubannya melakukan Kampanye Penyelamatan Satwa Langka di Taman Safari Indonesia II Prigen, Pasuruan. Aksi ini dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Cinta Puspa Satwa Nasional di Jawa Timur, 29 Desember 2005. Dipimpin oleh Finalis Putri Lingkungan Hidup Fernanda Novelia, yang juga artis cilik peduli Orang utan, mereka membagikan stiker 'Stop Perdagangan dan Perburuan Orang Utan' kepada para pengunjung. Kampanye seperti ini akan terus dilakukan agar masyarakat sadar ikut melestarikan Orang Utan yang terancam punah.

Klub Tunas Hijau bersama Perum Jasa Tirta I Malang dan ESP-USAID (Environmental Services Program) menggelar Workshop Lingkungan Hidup untuk Sekolah Dasar di Kota Malang pada Minggu, 25 Desember 2005 pukul 08.00 – 16.30 wib. Workshop ini dilaksanakan di SD Laboratorium UM Malang. Tidak kurang 100 orang siswa dan guru dari 15 SD di Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang mengikuti workshop tersebut. Sementara project director workshop ini ialah Runner Up 2 Putri Lingkungan Hidup 2005 Nadya Noor Azalia, siswa kelas 6 SD Laboratorium Malang.

Diadakan juga Workshop Pembuatan Kompos di SMP Negeri 16 Surabaya. Tidak kurang 20 siswa SMP Negeri 16 Surabaya belajar membuat kompos dari sisa makanan bersama Klub Tunas Hijau di SMP Negeri 16 Surabaya. Dengan prinsip kucing dan menggunakan media bak berlubang dengan kompos jadi sebagai starter, para siswa tersebut mencoba untuk mengurangi gunungan sampah yang dihasilkan oleh kantin sekolah mereka.

Klub Tunas Hijau melakukan penyusuran Kali Wonokromo, Minggu, 4 Desember 2005 pukul 06.00 - 10.00 wib. Dengan diikuti oleh 18 orang aktivis lingkungan ciliknya, penyusuran ini bertujuan untuk melakukan survei kawasan yang paling tepat untuk ditanami tanaman bakau. Selain itu Klub Tunas Hijau juga bagi-bagi pohon gratis kepada warga. ini disambut baik oleh warga Surabaya.

Dari sekian banyak gerakan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Klub Tunas Hijau telah lama bergelut dalam masalah lingkungan. gerakannya telah mampu merubah pikiran masyarakat.

D. Isu politik

Ekologi menimbulkan banyak filsafat yang amat kuat dan pergerakan politik, termasuk gerakan konservasi, kesehatan, lingkungan, dan ekologi yang kita kenal sekarang. Saat semuanya digabungkan dengan gerakan perdamaian dan Enam Asas, disebut gerakan hijau. Umumnya, mengambil kesehatan ekosistem yang pertama pada daftar moral manusia dan prioritas politik, seperti jalan buat mencapai kesehatan manusia dan keharmonisan sosial, dan ekonomi yang lebih baik.

Orang yang memiliki kepercayaan-kepercayaan itu disebut ekolog politik. Beberapa telah mengatur ke dalam Kelompok Hijau, namun ada benar-benar ekolog politik dalam kebanyakan partai politik. Sangat sering mereka memakai argumen dari ekologi buat melanjutkan kebijakan, khususnya kebijakan hutan dan energi. Seringkali argumen-argumen itu bertentangan satu sama lain, seperti banyak yang dilakukan akademisi juga.

Pemanasan global atau global warming masih menjadi isu lingkungan yang tetap hangat. Isu global warming sangat cepat menyebar di seluruh dunia begitu juga di Indonesia. Global warming selalu dikaitkan dengan perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan mencairnya es dan gletser di seluruh dunia, terutama di Kutub Utara dan Selatan. Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya pergeseran musim, dimana musim kemarau akan berlangsung lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan penggurunan. Bencana ini mulai dapat dijumpai dengan mudah di beberapa daerah di Indonesia. Sementara itu, para ilmuwan juga memperkirakan bahwa kekeringan akan melanda Afrika, Eropa, Amerika Utara dan Australia. Dampak perubahan iklim yang lainnya adalah meningkatnya permukaan air laut. Selain dampak-dampak diatas, perubahan iklim juga akan menyebabkan terjadinya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih, meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah dan diare, kabekaran hutan, serta hilangnya jutaan spesies flora dan fauna karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu di bumi.

Dari isu-isu yang begitu beragam dari dampak global warming tersebut membuat masyarakat mulai terpengaruh, apalagi dengan banyaknya pemberitaan di media massa yang akhirnya menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat sehingga masyarakat merasa perlu menjaga lingkungan diantaranya dengan berjalan kaki atau bersepeda pancal jika jarak tempuh dekat, yang tentunya akan mengurangi polusi udara yang dihasilkan. Bisa juga dengan mematikan listrik jika tidak digunakan, karena dapat mengurangi emisi gas karbon yang dihasilkan.

Tindakan-tindakan lainnya yang bisa dilakukan untuk mencegah pemanasan global seperti membeli produk-produk ramah lingkungan, memanfaatkan lahan kosong untuk pepohonan, membeli produk dengan sedikit kemasan, menggunakan transportasi umum dari pada kendaraan pribadi, membawa botol minuman sendiri saat pergi sekolah atau bermain, menggunakan lampu TL / neon dari pada lampu pijar karena lebih hemat energi dan rajin menservis kendaraan bermotor untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan.

Selain isu-isu global warming tersebut, juga masih ada isu-isu lain, misalnya bahayanya menguunakan steoroform sebagai pembungkus makanan. Untuk memperingati hari ozon internasional, puluhan aktifis Klub Tunas Hijau menggelar kampanye damai, di Mc Donald Plasa Surabaya, di Jalan Pemuda pada hari Rabu tanggal 17 September 2008. Mereka yang kampanye anak-anak siswa SD di Surabaya, dengan membawa isu protes kebiasaan penggunaan sterofoam di restoran cepat saji itu. Dari dulu sampai sekarang, kebiasaan menggunakan sterofoam sebagai pembungkus makanan, di restoran itu, tidak pernah diganti. Kalau memang mereka menggunakan sterofoam, yang ramah lingkungan, maka harusnya ada logo non CFC atau logo ramah ozon.

Dengan tidak adanya logo pada produk sterofoam yang mereka gunakan, berarti menunjukkan kalau bahan-bahan itu berbahaya untuk lingkungan, dan merusak ozon, ditambah lagi kurangnya kepedulian warga Surabaya, pada produk kemasan yang sebenarnya berbahaya, seperti sterofoam. Aksi kampanye damai Klub Tunas Hijau, juga diisi dengan dialog bersama manajemen Mc Donald di Plasa Surabaya, tentang bahaya penggunaan sterofoam yang dibuat dengan bantuan CFC - sebagai bahan pengembang sterofoam.

Tema itu pula yang diambil dalam lomba melukis dinding (mural) di LPA Benowo. Direktur Mural Benowo Tunas Hijau Bayu Dwi Putra menyatakan, lomba itu diadakan untuk menggugah kesadaran siswa-siswi supaya lebih peduli terhadap lingkungan. Apalagi, global warming menjadi isu lingkungan di seluruh dunia. Perhatian kader lingkungan saat ini memang tertuju pada pemanasan global.

Lomba itu dilaksanakan di LPA Benowo adalah ingin mengajak semua elemen masyarakat mengetahui kondisi LPA Benowo. Supaya mereka tahu ada gunung sampah di sini. Dengan begitu, mereka lebih peduli terhadap pengelolaan sampah di sana. Selain itu, lomba tersebut merupakan implementasi pendidikan bidang lingkungan hidup. Diharapkan para pelajar nanti bisa mengolah sampah secara mandiri.

Contohnya pada tanggal 27-31 Juli,Surabaya tuan rumah Youth Camp ”We Care for the World”, sebuah perkemahan pemuda dari sebelas negara di Asia Pasifik membahas isu-isu lingkungan dan perubahan iklim dari perspektif interfaith (lintas agama). Peserta datang dari Australia, Selandia Baru, Fiji, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Singapore, Timor Leste, dan Vietnam. “Peserta berumur 18 tahun-25 tahun. Kira-kira jumlahnya 150 orang. Kami harap mereka akan menjadi agent of change isu-isu lingkungan di negara masing-masing.

Para pemuda itu memang antusias mengikuti camp tersebut. Kebanyakan di antara mereka telah concern terhadap isu-isu lingkungan. Negara-negara peserta mengalami kegelisahan yang sama dengan Indonesia mengenai isu lingkungan. Pembahasan isu lingkungan dari kacamata agama merupakan perspektif baru. Sebab, kebanyakan isu lingkungan dicarikan solusi melalui bingkai ilmiah, seperti teknik lingkungan, kesehatan masyarakat, maupun kebijakan pemerintah. Perspektif agama sebenarnya memiliki magnet dan solutif karena kebanyakan negara Asia Tenggara masih memegang teguh tradisi religius masing-masing.

Dalam camp, selain tema lingkungan, juga ada diskusi-diskusi menyangkut pemahaman agama setiap peserta. Diskusi itu dipandu beberapa narasumber berbagai agama di Indonesia. Mereka datang untuk bertukar pikiran dengan delegasi dari negara lain tentang isu lingkungan. Terutama, persoalan manajemen sampah yang menjadi isu sentral lingkungan di Filipina. Secara umum, masalah lingkungan di negara Asia Tenggara memang sama. Menurut para delegasi itu, masalah lebih berpusat pada tingginya nilai polusi akibat tingginya penggunaan kendaraan bermotor. Keadaan di Surabaya hampir mirip dengan di Thailand, polusi menjadi problem utama.

Dari Indonesia, delegasi juga berasal dari lintas agama dan organisasi. Salah satu di antaranya adalah Niko Fajar Setiawan yang mewakili Himpunan Mahasiswa Buddha Indonesia (Hikmahbudhi). Menurut dia, isu lingkungan memang tidak bisa diselesaikan seratus persen, tapi bisa dicegah untuk masa depan. Pencegahan itu harus dilakukan agar anak cucu kita bisa menikmati alam seperti kita.

BAB V

ANALISIS DATA

Berbagai temuan data diatas dapat dianalisis dengan teori-teori seperti yang dikemukakan di Bab II. Menurut Charles Tilly, gerakan sosial sering disebut sebagai proses politik, tindakan rasional, model mobilisasi sumber tentang tindakan kolektif, serta gerakan sosial itu sendiri. Sementara itu, Maxine Molyneux dalam karyanya Analysing Women’s Movements menyebutkan bahwa gerakan sosial itu dilakukan untuk meraih tujuan bersama. Gerakan sosial cenderung memerlukan dukungan jaringan. Seperti pada Tunas Hijau dukungan-dukungan selalu didapat dari berbagai pihak. Menteri Lingkungan selalu memberikan kesempatan khusus kepada KTH untuk berdiskusi seputar program lingkungan hidup untuk masyarakat khususnya anak-anak dan generasi muda. Beliau setiap tahun selalu mengundang KTH ke kantornya untuk itu. Bahkan, ketika Menteri Lingkungan Hidup melakukan kunjungan ke Jawa Timur, beliau selalu memberikan kesempatan kepada kami untuk bertemu dan berdialog.

Selain itu dukungan tidak sebatas dari pemerintah saja tetapi juga dari sekolah-sekolah baik SD, SMP dan SMA di Surabaya. Seperti SD Santa Theresia, SMP 16 Surabaya, SMP 25 Surabaya, SMA 6 Surabaya dan masih banyak lagi sekolah–sekolah di Surabaya yang membutuhkan pendampingan dalam pelestarian lingkungan hidup dan penghijauan kembali.

Menurut Keun, mobilisasi terhadap partisipan itu dapat dilakukan melalui mobilisasi personal maupun mobilisasi kognitif. Gerakan sosial juga menimbulkan beberapa konskuensi. Harper menyebutkan tentang adanya tiga macam konskuensi gerakan sehingga mangarah pada terjadinya suatu perubahan, yakni: 1) terjadinya dramatisasi isu sosial dan terciptanya masalah-masalah sosial; 2) dilakukannya perubahan-perubahan tertentu dalam kebijakan sosial; 3) ekspansi akses structural pada sumber-sumber tertentu seperti pendidikan, ketenaga kerjaan dan pemeliharaan kesehatan.

Perubahan seperti yang dikemukakan oleh Harper terlihat ketika Klub Tunas Hijau melakukan penyuluhan di SD Santa Theresia untuk meminimalisir penggunaan wadah plastik untuk pembungkus makanan. Tuans Hijau menujukkan bahaya dan resiko yang harus diterima oleh menusia jika masih banyak sampah plastik di bumi. Setelah beberapa kali Tunas Hijau melakukan sosialisasi akhrnya membuahkan hasil dengan adanya peraturan di SD Santa Theresia yang melarang siswanya untuk menggunakan plastik dan menggantinya dengan daun pisang. Hal ini jelas-jelas meunjukkan keberhasilan Tunas Hijau setelah berkembangya isu-isu politik yang telah mereka terima.

Konsep hegemoni menekankan pada ideologi, bentuk ekspresi, cara penerapan, mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para korbannya sehingga upaya itu berhasil membentuk alam pikiran mereka. Pengaruh tersebut dimungkinkan karena manifestasi ideologi hegemonik berlangsung melalui pengaruh budaya yang di disebarkan secara sadar dan dapat meresap serta berperan dalam menafsirkan pengalaman tentang kenyataan. Proses penafsiran tersebut memang berlangsung secara samar, tetapi terjadi secara terus-menerus artinya secara sistematis ideologi hegemonik mencekcoki orang banyak dengan pikiran-pikiran tertentu, doktrin tertentu, bias-bias tertentu, sistem-sistem prefensi tertentu bahkan tuhan-tuhan tertentu.

Hal ini terlihat juga pada kepatuhan SD Santa Theresia. Di mana Klub Tunas Hijau melakukan hegemoni pada warga sekolah SD Santa Theresia baik siswa-siswa, guru maupun pengurus sekolah tersebut. Hegemoni tersebut terbentuk dalam ideologi, bentuk ekspresi, cara penerapan, mekanisme yang dijalankan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri melalui kepatuhan para warga sekolah sehingga upaya itu berhasil membentuk alam pikiran mereka. Keberhasilan pembentukan dalam alam pikiran tersebut terlihat pada penetapan aturan baru bahwa semua jajanan dan makanan yang dijual di kantin sekolah harus di bungkus daun. Boleh daun pisang atau daun jati. Itu semua ditujukan untuk mengurangi volume sampah plastik yang sulit dimusnahkan dan diganti sampah organik yang mudah terurai. Begitu pula, minuman yang dibungkus kantong plastik tidak boleh lagi disajikan untuk anak–anak. Minuman yang boleh dijual adalah berkemasan gelas plastik yang bisa dicuci dan dipakai ulang. Awalnya murid-murid merasa kebingungan dengan perubahan tersebut namun pada akhirnya para murid menyadari bahwa upaya yang dilakukan sekolah untuk mengurangi volume sampah yang tidak bisa didaur ulang tersebut sangat penting. Buktinya, sebulan setelah aturan itu diberlakukan, anak-anak sudah sudah terbiasa. Bahkan, mereka kemudian sangat mendukung program tersebut. Perubahan drastis itu merupakan salah satu bentuk keberhasilan Klub Tunas Hijau dalam menghegemoni upaya-upaya melestarikan lingkungan hidup.

Oleh sebab itu konsep sentral Gramsci adalah hegemoni, yang didefinisikan sebagai curtural laedership yang diterapkan melalui pengaturan kelas. Ia menunjukkan adanya kekerasan yang dilaksanakan dalam kekuasaan eksekutif dan legeslatif atau diekspresikan melalui intervensi kebijakan. Dalam pandangannya suatu kelasa akan menjalankan suatu kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. Hegemoni dilakukan dengan menggunakan hubungan persetujuan serta kepemimpinan sebagai bentuk pengendalian melalui proses konsensus kesadaran. Dalam makna yang sederhana Hegemoni adalah suatu bentuk penguasaan oleh sebuah kekuatan pada kekuatan lain atau penguasaan sebuah kelompok pada kelompok yang lainnya, tentunya dalam pola hubungan seperti ini, perebutan dan pelanggenagn kekuasaan akan selalu diperhatikan. Hegemoni tidak pernah dapat diperoleh begitu saja tetapi harus diperjuangkan terus-menerus. Karena itu, hegemoni menuntut kegigihan untuk mempertahankan dan memperkuat otoritas sosial dari kelas yang berkuasa dalam kelompok lainnya.

Blummer melalui teorinya tentang interaksionisme simbolik mengemukakan tiga premis, yaitu: (a) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. (b) makna berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.(c) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung. Interaksi Tunas Hijau terhadap warga berdasarkan makna-makna yang ada pada tujuan sosialisasi terhadap program kepada masyarakat. Ketika proses interaksi itu berlangsung akan menghasilkan sebuah makna-makna yang disempurnakan karena tujuan sosialisasi tersebut telah terlaksana.

Seseorang tidak langsung memberikan respon pada tindakan orang lain, namun disadari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Dengan demikian manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol dengan penafsiran oleh kepastian makan dari tindakan-tindakan orang lain. Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut: (1) masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal dengan organisasi dan struktur sosial. (2) interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi nonsimbolis mencakup stimulus respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk menyampaiakan penolakan. Bahasa tentu saja merupakan symbol yang paling berarti. (3) obyek-obyek tidak mempunyai makna yang intrinsic, makna lebih merupakan produk interaksi simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori luas: obyek fisik, obyek sosial. Blummer, membatasi objek sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dunia objek diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan lewat interaksi simbolis. (4) manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Jadi seorang pemuda bias melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami, dan seorang ayah. Pandangan terhadap dirinya sendiri ini sebagaimana dengan semua orang lahir disaat proses interaksi simbolis. (5) tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti keinginan dan kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri dan mungkin hasil dari cara bertindak tertentu. Hal ini sesuai dengan tindakan dari pemrakarsa berdirinya Tunas Hijau. Ketika mereka mengetahui bagaimana warga negara Australia selalu menjaga kebersihan, hal itu melahirkan serangkaian keinginan dengan menerapkan di Indonesia. Hal tersebut dipertimbangkan bagaimana dengan tujuan-tujuan seoerti penghijauan di Indonesia. Mereka mengharapkan tindakan dari orang lain agar mau menerapkan penghijauan dan juga menjaga kebersihan seperti layaknya warga Australia. (6) Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan bagi manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiologi sebagai kebudayaan dan aturan sosial.

Pakar teori jaringan menolak pandangan menyatakan bahwa orang harus memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang menghubungkan anggota masyarakat. Wilman mengungkapkan pandangan ini: analisis jaringan lebih ingin mempelajari keteraturan individu atau kolektivitas berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku. Pakar analisis jaringan mencoba menghindarkan penjelasan normatif dari perilaku sosial. Mereka menolak setiap penjelasan nonstruktural yang memperlakukan proses sosial sama dengan penjumlahan ciri pribadi aktor individual dan norma yang tertanam.

Dalam hal ini Klub Tunas Hijau mulai mengajak masyarakat untuk menganggap tulisan ”Jangan Membuang Sampah Sembarangan”bukan hanya sekedar kata-kata melainkan suatu kewajiban yang harus diwujudkan dalam realitasnya. Untuk itu Klub Tunas Hijau mengajak seluruh masyarakat bersama-sama menciptakan suatu keteraturan tentang mereka seharusnya berlaku pada lingkungan. Klub Tunas Hijau yang mulanya hanya sebuah kelompok yang sederhana namun karena gerakannya dapat diterima oleh masyarakat maka kekuatan dari jaringan itu semakin kuat. Bukti nyatanya adalah dengan diperolehnya berbagai penghargaan oleh Klub tunas Hijau. Diantaranya Klub Tunas Hijau menerima Surabaya Acaemy Award 2004 dalam bidang lingkungan hidup. Selain itu pada Nopember 2007, Klub Tunas Hijau juga mendapat penghargaan berupa penayangan profil Klub Tunas Hijau pada Profil of the Week Liputan 6 SCTV. Demikian juga pada Januari 2008, penghargaan didapat KTH dengan menjadi tamu tayangan Kick Andy Metro TV dengan tema Go Green.

Sasaran perhatian utamanya, yakni pola objektif ikatan yang menghubungkan anggota masyarakat (individual dan kolektivitas) Welman mengungkapkan sasaran perhatian utama teori jaringan sebagai berikut: Analis jaringan memulai dengan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari struktur sosial cara paling langsung, mempelajari struktur sosial adalah menganalisis pola ikatan yang menghubungkan nya anggotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering muncul ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks. Aktor perilakuanya dipandang sebagai dipaksa oleh struktur sosial ini. Jadi, sasaran perhatian analisis jaringan bukan pada aktor sukarela, tetapi pada paksaan struktural. Satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro hingga makro. Artinya bagi teori jaringan, aktor mungkin saja individu, tetapi mungkin pula kelompok, perusahaan dan masyarakat.

BAB V

PENUTUP

Klub Tunas Hijau ialah organisasi lingkungan hidup non-profit, kids & young people do actions for a better earth yang bermarkas di Surabaya. Klub Tunas Hijau berawal dari pengiriman 5 orang Pramuka dari Jawa Timur ke Australia Maret 1999. Sejak itu, Klub Tunas Hijau terus konsisten dalam melakukan upaya-upaya sederhana dan nyata untuk membantu lingkungan hidup menjadi lebih baik.

Klub Tunas Hijau pernah menerima beberapa penghargaan lingkungan hidup lain di tingkat local dan internasional. Di tingkat lokal, pada Mei 2003 Klub Tunas Hijau mendapatkan penghargaan dari Wali Kota Surabaya atas kepeloporannya dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup di Kota Surabaya. Pada Oktober 2002, Klub Tunas Hijau mendapatkan Miranda Environmental Award dari Millennium Kids Australia, yang diserahkan di Perth, Australia Barat.

Klub Tunas Hijau berawal dari pengiriman 3 orang Pramuka dari Jawa Timur ke Australia Maret 1999. Sejak itu, Klub Tunas Hijau terus konsisten dalam melakukan upaya-upaya sederhana dan nyata untuk membantu lingkungan hidup menjadi lebih baik. Tiga orang tersebut adalah Zamroni, Puguh beserta satu orang temannya. Zamroni dan Puguh adalah mahasiswa UNAIR jurusan matematika yang peduli dengan lingkungan. Ketika mereka bertiga di Australia berawal dari melihat sampah yang di Australia tidak pernah berceceran karena masyarakat membudayakan ketika selesai makan bungkus makanan tersebut tidak langsung dibuang tetapi dimasukkan ke saku masing-masing.

Model gerakan Klub Tunas Hijau berupa penyuluhan dan praktik mengenai kelestarian ekologi yang dilakukan di daerah sekitar Jawa Timur khususnya di Surabaya yang biasanya bertempat di sekolah-sekolah dan di alam bebas. Gerakan Klub Tunas Hijau dimulai dengan memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah yang masih rendah, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, serta di Perguruan Tinggi. Tetapi tidak sebatas di sekolah-sekolah saja, gerakan Klub Tunas Hijau juga dilakukan terbuka untuk umum.

Model-model gerakan Klub Tunas Hijau yang sudah dilakukan hingga saat ini antara lain dengan memobilisasi massa dalam jumlah ribuan untuk mengikuti program lingkungan hidup tanpa iming-iming peserta akan mendapatkan sesuatu. Klub Tunas Hijau rutin melakukan pelatihan lingkungan hidup 3 hari di Trawas bagi pelajar SMA di Surabaya dan sekitarnya. Young Eco People (YEP) Training. Program ini tidak sekedar pelatihan biasa tanpa kelanjutan. Tapi, para remaja yang mengikuti program ini diajak untuk lebih tertantang berkontribusi nyata untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik.

Ekologi menimbulkan banyak filsafat yang amat kuat dan pergerakan politik, termasuk gerakan konservasi, kesehatan, lingkungan, dan ekologi yang kita kenal sekarang. Saat semuanya digabungkan dengan gerakan perdamaian dan Enam Asas, disebut gerakan hijau. Umumnya, mengambil kesehatan ekosistem yang pertama pada daftar moral manusia dan prioritas politik, seperti jalan buat mencapai kesehatan manusia dan keharmonisan sosial, dan ekonomi yang lebih baik.

Orang yang memiliki kepercayaan-kepercayaan itu disebut ekolog politik. Beberapa telah mengatur ke dalam Kelompok Hijau, namun ada benar-benar ekolog politik dalam kebanyakan partai politik. Sangat sering mereka memakai argumen dari ekologi buat melanjutkan kebijakan, khususnya kebijakan hutan dan energi. Seringkali argumen-argumen itu bertentangan satu sama lain, seperti banyak yang dilakukan akademisi juga.

Pemanasan global atau global warming masih menjadi isu lingkungan yang tetap hangat. Isu global warming sangat cepat menyebar di seluruh dunia begitu juga di Indonesia. Global warming selalu dikaitkan dengan perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan mencairnya es dan gletser di seluruh dunia, terutama di Kutub Utara dan Selatan. Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya pergeseran musim, dimana musim kemarau akan berlangsung lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan dan penggurunan. Bencana ini mulai dapat dijumpai dengan mudah di beberapa daerah di Indonesia. Sementara itu, para ilmuwan juga memperkirakan bahwa kekeringan akan melanda Afrika, Eropa, Amerika Utara dan Australia. Dampak perubahan iklim yang lainnya adalah meningkatnya permukaan air laut. Selain dampak-dampak diatas, perubahan iklim juga akan menyebabkan terjadinya krisis persediaan makanan akibat tingginya potensi gagal panen, krisis air bersih, meluasnya penyebaran penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah dan diare, kabekaran hutan, serta hilangnya jutaan spesies flora dan fauna karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu di bumi.

B. Saran

Tunas hijau Klub diharapkan akan tetap eksis sebagai pelopor untuk melakukan pencegahan terhadap global warming. Serta sosialisasi lebih ditingkatkan ke khalayak umum.

DAFTAR PUSTAKA


Bocock, Robert. Pengantar Komprehensif untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta: Jalasutra. Halaman 22.

Gramsci dalam Juhairiyah. 2008. Opini Masyarakat terhadap Poligini yang Dilakukan Kiai (Studi Deskriptif tentang Opini Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Batu Ampar Proppo Pamekasan Madura). Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Airlangga. Halaman 27.

Lauer, Robert H. 1989. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT Melton Putera. halaman 4-5.

Miles, Mathew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Sumber Analisis Data Kualitatif: Bukan Sumber Tentang Metode-metode Baru. UI Press. Halaman: 20.

Moleong, Lexy. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Halaman: 6.

Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Halaman: 264

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Halaman 382-383.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Halaman 136.

Wahyudi. 2005. Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani. Malang: UMM Press. Halaman: 7.


LAPORAN PENELITIAN


LSM TUNAS HIJAU:

PENGGERAK PERUBAHAN SOSIAL MELAWAN GLOBAL WARMING

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah gerakan sosial)

Oleh:

DEWI UHROYDA 064 564 002

EVI NURDIANA 064 564 016

UMI MAHMUDAH 064 564 028

KATON GALIH S. 064 564 032

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2008



[1] Robert H. Lauer. 1989. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT Melton Putera. halaman 4-5

[2]Wahyudi. 2005. Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani. Malang: UMM Press. Halaman: 7.

[3]Robert Bocock. Pengantar Komprehensif untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta: Jalasutra. Halaman 22.

[4] Gramsci dalam Juhairiyah. 2008. Opini Masyarakat terhadap Poligini yang Dilakukan Kiai (Studi Deskriptif tentang Opini Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Batu Ampar Proppo Pamekasan Madura). Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Airlangga. Halaman 27.

[5]Ibid..Halaman 28.

[6]Margaret M. Poloma. 2007. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Halaman: 264

[7] Ibid..

[8]George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Halaman 382-383

[9] Prof. Dr. Lexy. J. Moleong, M.A. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Halaman: 6.

[10] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Halaman 136.

[11] Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman. 1992. Sumber Analisis Data Kualitatif: Bukan Sumber Tentang Metode-metode Baru. UI Press. Halaman: 20.